Andaikan aku punya
sayap
Ku kan terbang
jauh mengelilingi angkasa
Kan kuajak ayah
bundaku terbang bersamaku
Melihat indahnya dunia
Setiap
kali mendengar lagu itu, ingatan saya pasti tertuju pada kedua orangtua. Betapa
inginnya saya membawa mereka berkeliling melihat keindahan dunia. Membawa
mereka ke tempat-tempat yang indah. Mengenalkan mereka pada berbagai makanan
dan adat istiadat yang berbeda. Namun yang utama adalah memenuhi impian
terbesar mereka melihat rumah-Nya.
Alhamdulillah,
kesempatan itu datang. Allah menitipkan rejekinya pada suami dan saya hingga
mampu mewujudkan impian terbesar orangtua dan mertua. Walau saat itu ada
seorang sahabat yang bilang harusnya kami—saya dan suami—dulu yang berhaji baru
memberangkatkan orangtua. Mungkin seharusnya memang begitu. Tapi, saat itu saya
tidak perduli. Mimpi kedua pasang bidadari kami itu lebih penting bagi saya dan
suami saat itu. Kami takut bila menundanya, tak ada lagi waktu bagi mereka yang
sudah lanjut usia. Walau kematian tak mengenal usia. Mungkin saja saat itu kami
yang duluan menghadap-Nya. Siapa tahu bukan? Karena kematian adalah rahasia
Illahi.
Setelah
kewajiban itu terpenuhi, saya dan suami menganggapnya sebagai kewajiban, saya
pikir sudah cukup apa yang kami berikan pada orangtua. Ternyata tidak,
keinginan untuk memberi dan membahagiakan mereka bagai candu. Rasanya ingin dan
ingin terus membawa mereka terbang, meninggalkan sejenak kampung halaman yang
telah mereka tempati dari lahir.
Kesempatan
itu datang lagi. Saat itu saya hamil anak ketiga dan suami bertugas ke
Australia dalam waktu lama, hampir setahun. Otomatis dia tidak bisa mendampingi
saya selama kehamilan bahkan saat melahirkan. Kebetulan waktu itu kami sedang
tinggal di Kuwait. Akhirnya diputuskan orangtua saya datang ke Kuwait menemani
saya ketika melahirkan, tiga bulan lamanya.
Saya
tahu bukan hal yang mudah bagi Mamah dan Apa pergi ke luar negeri, apalagi
mereka tak fasih berbahasa Inggris. Apalagi harus transit dulu di bandara Dubai
yang luas. Terbayang bingungnya mereka nanti. Namun keinginan kuat mereka untuk
naik pesawat dan pergi ke luar negeri juga melihat cucu-cucunya begitu besar, mengalahkan segala
ketakutan mereka. Katanya satu kampung heboh ketika tahu orangtua saya mau
pergi ke Kuwait hanya berdua saja dan dalam waktu yang lama, hehehe….
Betapa
bahagia dan terharunya saya ketika menjemput mereka di bandara. Walau terlihat
lelah karena perjalanan panjang, saya tahu Mamah dan Apa sangat menikmati
perjalanan itu. Celoteh tentang pengalaman di perjalanan pun tak henti keluar
dari mulut mereka. Tentang kebaikan seseorang yang menolong mereka check in di bandara Soekarno-Hatta.
Tentang kebingungan mereka ketika mencari gate
pada saat transit di bandara Dubai. Dan juga tentang kelucuan ketika mereka
ditawari makan oleh pramugari di pesawat.
“Waktu
pramugari nawarin minum, Apa bilang aja white
water. Bener, kan, air putih itu Bahasa Inggrisnya white water?” cerita bapak saya bangga dan saya pun tergelak.
“Mamah
gak makan di pesawat. Rasa makanannya aneh, gak enak,” kata Mamah saya dengan
wajah meringis.
Hari
pertama di Kuwait, bapak saya seperti kebiasaan di kampung, sehabis shalat Subuh
jalan-jalan menyusuri jalanan Kuwait. Saya dan suami kaget, karena biasanya
suka ada razia polisi memeriksa pendatang yang kedapatan berkeliaran di jalan.
Dan bapak saya tentu saja jalan-jalan santai tanpa membawa paspor. Dipikirnya
sama saja kayak jalan-jalan pagi di kampung. Ketika diberitahu pucat-pasi wajah
bapak dan sejak itu tidak berani lagi ke luar rumah sendiri. Ah bapak, hahaha….
Minggu-minggu
pertama mereka berjalan-jalan mengelilingi Kuwait. Mereka tampak takjub melihat
jalanan tol Kuwait yang luas dan gratis. Deretan mobil mewah yang diparkir
begitu saja di depan rumah atau apartemen, tanpa dimasukkan ke dalam garasi.
Bapak saya pun terkaget-kaget dengan gaya bicara orang Arab yang seperti
membentak juga temperamen mereka yang tak sabaran bila menyetir. Awalnya bapak
saya akan menyetir di Kuwait, sampai buat SIM Internasional sebelum
berangkat, sampai tidak berani menyetir.
Saya
pun mengajak mereka pergi ke Kuwait Tower, landmark kebanggaan orang Kuwait.
Pergi ke pasar tradisional yang bersih dan luas, mencicipi makanan Arab yang
mungkin terasa aneh di lidah mereka. Jalan-jalan di tepi pantai yang bersih, indah
dan gratis. Pergi ke mal-mal di Kuwait yang mewah.
“Luas
banget Teh, ini kayaknya seluas kampung kita,” kata bapak saya takjub ketika
dibawa ke Grand Avenues, mal terbesar di Kuwait.
“Mamah
harusnya pakai kursi roda nih, gak kuat jalannya,” kata Mamah saya dengan muka
lelah namun sorot matanya gembira dan antusias.
Hal
yang paling menyenangkan adalah ketika membawa mereka mencicipi makanan-makanan
yang baru bagi mereka. Mulai dari makan es krim di restoran es krim yang
terkenal. Mereka tampak takjub ketika mencicipi es krim dengan waffle atau crepe yang disajikan di piring yang cantik. Ketika menemukan nasi goreng di sebuah restorn, mereka terperangah.
“Masa
nasi goreng segini harganya ratusan ribu? Gak enak lagi, enakan buatan Apa dan
Mamah” tanya bapak saya sambil geleng-geleng kepala. Kurs Kuwait Dinar memang
cukup tinggi terhadap Rupiah. Satu Dinar Kuwait bisa mencapai 40 ribu rupiah.
Namun
yang paling berkesan bagi saya adalah ketika mereka mencicipi pizza. Ya pizza
dari brand ternama yang di Indonesia juga banyak. Di Indonesia, mereka selalu
menolak ketika saya tawari makan pizza. “Enakan sorabi Teh.” Begitu selalu
alasan mereka, hanya satu gigitan mencoba setelah itu ditinggalkan.
Nah,
entah kenapa ketika di Kuwait mereka ketagihan makan pizza ini. Katanya
pizzanya enak. Mereka sangat menyukai pinggiran pizza yang full keju. Apalagi ketika dipanasin di microwave, kejunya meleleh dan lumer di mulut. Dan pizza ini pun
jadi makanan favorit mereka terutama bapak saya sampai sekarang.
Sekembalinya
mereka ke Indonesia, adik-adik saya cerita kalau tiap kali mengunjungi adik saya
yang tinggal di Depok, Apa pasti minta dibelikan pizza. Begitu juga ketika
salah satu adik saya pergi ke luar kota, pasti oleh-olehnya pizza, karena di
kota kami belum ada kedai pizza, hehehe….
“Tapi
pizzanya masih lebih enak yang di Kuwait Teh,” lapor mamah saya. Entahlah betul
atau tidak. Namun satu hal yang pasti kedua orangtua saya sekarang tidak lagi 'alergi' pada keju.
Dulunya mereka selalu bilang kalau keju itu tidak enak, bikin eneg. Mungkin karena belum terbiasa
saja.
Untuk pilihan keju ini mereka terutama mamah saya tahu apa yang harus dipilih. Ketika saya mudik dan mengatakan perlu keju untuk membuat cheese stick dan macaroni schotel, mamah saya langsung menunjuk keju Kraft di sebuah supermarket. Untuk urusan keju, Kraft ini memang juaranya, di kota-kota kecil pun mudah didapati.
Untuk pilihan keju ini mereka terutama mamah saya tahu apa yang harus dipilih. Ketika saya mudik dan mengatakan perlu keju untuk membuat cheese stick dan macaroni schotel, mamah saya langsung menunjuk keju Kraft di sebuah supermarket. Untuk urusan keju, Kraft ini memang juaranya, di kota-kota kecil pun mudah didapati.
Saya
pun begitu, walau di Kuwait bejibun keju, tapi tetap kalau butuh keju pasti
yang dicari keju Kraft. Awal-awal tinggal di Kuwait, saya sangat kaget ketika
melihat etalase keju dalam bentuk bongkahan dipajang di
supermarket-supermarket. Saya tadinya pikir itu tahu, sudah senang dan bangga saja
mendapati tahu dipajang di etalase sepanjang itu, heheheh…. Orang-orang Arab
memang sangat menggilai keju. Sayang sampai sekarang saya belum pernah mencoba
keju-keju itu. Ya, karena setiap teringat keju pasti pilihanya keju Kraft.
Anak-anak pun sangat menyukai keju Kraft ini. Makanya keju ini selalu tersedia di dalam kulkas, baik yang
berupa cheddar cheese maupun slice. Keju cheddar biasanya saya pakai untuk
membuat roti bakar, martabak manis, pisang bakar, macaroni schotel. Sementara yang slice untuk sandwich atau dicemil begitu
saja. Biasanya anak ketiga saya yang suka mengemil keju slice ini, tak heran
kalau berat adannya cukup lumayan, karena salah satu manfaat dari keju ini
bisa untuk menambah berat badan. Selain itu keju Kraft mengandung protein susu yang tinggi, vitamin dan mineral yang bagus buat kesehatan gigi dan
tulang.
Oya
kembali ke cerita orang tua saya ketika di Kuwait, mereka hanya bertahan satu
bulan di Kuwait. Setelah itu memohon minta pulang. Katanya ingat sama kebun,
sawah, dan mushala. Apalagi melihat saya dan cucu mereka yang baru lahir tampak
sehat dan dikelilingi sahabat-sahabat yang baik dan ringan serta sigap menolong. Saya pun
tak kuasa menahan mereka lama-lama. Saya tahu mereka tak betah terpenjara di
dalam apartemen, tak banyak melakukan kegiatan. Sudah terbayang mereka yang
tiap hari pergi ke sawah atau kebun pasti dilanda bosan yang teramat sangat.
Akhirnya dengan berat hati saya pun mengizinkan mereka pulang lebih cepat.
Setidaknya
mereka sudah sangat bahagia pernah pergi naik pesawat ke luar negeri. Kata adik
saya, tak henti-hentinya bapak saya cerita ke teman-temannya tentang kehidupan
di Kuwait yang modern. Dan saya pun bertekad, suatu hari ya suatu hari nanti
akan mmbawa mereka lagi terbang ke tempat lain, khusus buat jalan-jalan, bukan
untuk dikerjai sebagai baby sitter,
hehehe….
Suatu
hal yang saya sadari sekarang, memberi pada orang tua sejatinya adalah memberi
pada diri kita sendiri. Membahagiakan mereka adalah kebahagian buat kita
sendiri. Tidak pernah ada kata cukup dan selesai untuk terus memberikan yang
terbaik dan membahagiakan mereka. Bahkan bila suatu saat mereka lebih dulu
dipanggil oleh-Nya, kita masih harus terus memberikan bakti pada mereka, dalam
bentuk doa dan amalan soleh.
Salah satu bentuk memberi lain yang saya lakukan adalah berusaha mudik setahun sekali tiap kali anak-anak liburan summer sekolah. Bila teman-teman lain memilih untuk liburan ke pelbagai tempat wisata di luar negeri, maka saya memilih menghabiskan 3 bulan liburan sekolah itu untuk pulang kampung. Menemui orangtua tercinta, melepaskan rindu, dan berusaha berbakti sebaiknya. Karena orangtua sendiri sudah tahu kapan biasanya liburan sekolah anak-anak, mereka akan sibuk menelpon bertanya kapan mudik, kapan pulang? Pertanyaan yang dilontarkan dengan suara yang penuh kerinduaan.
Apalagi beberapa tahun ini liburan sekolah bertepatan dengan Ramadan dan Idul Fitri, maka semakin kuat saja alasan saya untuk mudik. Hanya tahun ini untuk pertama kalinya saya absen pulang karena kondisi saya yang tidak memungkinkan untuk naik pesawat. Jangan ditanya betapa sedihnya. Hanya menelpon yang bisa saya lakukan menanyakan kabar, mengobrol apa saja untuk melepaskan rindu.
Mungkin sekotak atau beberapa kotak pizza full keju bisa jadi wakil saya dan keluarga di saat lebaran nanti:) Ya, saya terpikir untuk meminta adik saya memesan beberapa kotak pizza sebagai bingkisan lebaran nanti bagi orang tua saya. Pizza kesukaan Apa dan Mamah. Semoga bisa mengingatkan mereka pada momen ketika mereka di Kuwait. Mengingatkan mereka pada anak cucu dan menantu yang di perantauan. Betapa kami sangat merindukan mereka. Betapa kami maengashi dan mencintai mereka sepenuh hati.
Saya pun jadi tertarik untuk bisa membuat pizza sendiri. Tentu akan jadi kejutan tersendiri kalau saat mudik nanti bisa membuatkan pizza buat orangtua saya. Setelah melihat-lihat resep di www.kejumoo.com, sepertinya gampang saja membuat pizza ini :) Nggak percaya? Ini saya copas ya resepnya:
Mini Pizza Quick Melt
Bahan-bahan:
10 buah mini pizza kecil (instan)
270 gr tomat kupas (kaleng)
300 gr daging cincang
6 butir telur rebus (iris)
120 gr Kraft Quick Melt (parut kasar)
1 gr daun oregano
20 gr bawang putih
50 gr bawang bombay
Cara Memasak:
Saya pun jadi tertarik untuk bisa membuat pizza sendiri. Tentu akan jadi kejutan tersendiri kalau saat mudik nanti bisa membuatkan pizza buat orangtua saya. Setelah melihat-lihat resep di www.kejumoo.com, sepertinya gampang saja membuat pizza ini :) Nggak percaya? Ini saya copas ya resepnya:
Mini Pizza Quick Melt
Bahan-bahan:
10 buah mini pizza kecil (instan)
270 gr tomat kupas (kaleng)
300 gr daging cincang
6 butir telur rebus (iris)
120 gr Kraft Quick Melt (parut kasar)
1 gr daun oregano
20 gr bawang putih
50 gr bawang bombay
Cara Memasak:
- Tumis bawang bombay dan bawang putih sampai harum lalu masukkan daging cincang, masak sampai matang. Tambahkan tomat dan daun oregano, masak sampai tomat halus mendidih. Angkat dari api.
- Lumuri mini pizza dengan adonan daging cincang lalu telur iris. Kemudian taburkan Kraft Quick Melt parut.
- Panggang dengan suhu 160 derajat C selama 10 menit. Hias dengan peterseli atau daun oregano segar.
So, bila
kasih ibu dan bapak sepanjang jalan, maka kasih anak pun bisa sepanjang jalan,
walau tak akan pernah menyamai kasih dan cinta mereka.